Selasa, 07 Maret 2017

Understanding Why Children Misbehave

Resume
Chapter 3: Understanding Why Children Misbehave
Principles of Classroom Management. Second Edition. A Professional Decision Making. (Levin & Nolan, 1991)



Bagian ini akan membahas poin-poin penting mengenai beberapa sifat dasar dari permasalahan disiplin yang mencakup:
1.     Memahami perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku anak
2.     Mengetahui kebutuhan siswa
3.     Memahami perubahan perkembangan dan perilaku yang menyertainya
4.     Mengetahui pentingnya kompetensi intruksional

Adapun prinsip pengelolaan kelas antara lain:
1.     Guru sebaiknya menyadari kemungkinan munculnya perilaku keliru pada siswa karena kurang memberikan positive reinforcement dan sering memberikan negative reinforcement.
2.     Kebutuhan dasar manusia seperti makanan, keamanan, keterlibatan/keikutsertaan. Merupakan prasyarat untuk menunjang perilaku yang sesuai di dalam kelas.
3.     Siswa perlu dianggap penting, kompeten, dan diberikan kekuatan yang akan mempengaruhi perilaku mereka
4.     Perubahan sosial yang terjadi diluar kendali sekolah menyebabkan pengaruh yang besar terhadap perilaku siswa
5.     Perubahan perkembangan kognitif dan moral mengakibatkan perilaku siswa yang awalnya normal menjadi siswa yang suka mengganggu dilingkungan sekolah
6.     Kompetensi instruksional dapat mengurangi efek negatif dari pengaruh luar serta mencegah perilaku menyimpang/keliru yang terjadi sebagai akibat dari kurangnya instruksi yang diberikan atau disampaikan.
 
1. Perubahan Sosial
Sekolah merupakan bagian kecil dari masyarakat. Oleh karena itu permasalahan yang terjadi di sekolah khususnya mengenai kedisiplinan juga merupakan refleksi permasalahan yang terjadi pada masyarakat umum. 
Guru dan siswa mengalami hal yang disebut dengan “ledakan pengetahuan” yang dapat mengakibatkan munculnya rasa frustasi bagi keduanya dan menganggap bahwa banyak kurikulum di sekolah tidak lagi sesuai dengan perkembangan saat ini.  
Frustasi merupakan reaksi alami ketika siswa diharapkan untuk belajar lebih banyak dalam jangka waktu yang lebih pendek tanpa memperhatikan dan menyesuaikan metode pembelajaran apa yang cocok diberikan kepada mereka. Menggunakan metode pembelajaran model tradisional yang digunakan untuk siswa saat ini membuat mereka menjadi bosan atau jenuh dengan pelajaran sehingga mereka tidak tertarik untuk belajar. Tentunya metode tradisional yang mungkin saja pernah digunakan oleh orangtua mereka terdahulu sudah tidak dapat lagi diberikan kepada siswa sekarang ini, karena secara signifikan mereka berada di zaman yang jauh berbeda dengan orangtua mereka.
Guru juga sering memberi label kepada siswanya hanya karena kurangnya motivasi mereka dalam belajar. Padahal yang terjadi adalah guru kurang mampu untuk melibatkan siswa dalam berafiliasi dengan kegiatan di dalam kelas sehingga mengakibatkan siswa mengalami kebosanan, munculnya off-task behavior dan disruptive behavior.
 
 
 
Televisi dan Kekerasan
Beberapa hasil studi yang concern kepada kekerasan mengatakan bahwa televisi memiliki efek yang yang cukup besar dalam memberikan gambaran kekerasan kepada anak. National Institute of Mental Health pada tahun 1982 melaporkan bahwa: Hubungan televisi dan perilaku antara lain: 1) Hasil penelitian mendukung bahwa adanya hubungan sebab akibat antara kekerasan pada tayangan televisi dan perilaku agresif; 2) ada konsensus diantara para peneliti bahwa kekerasan di televisi mengarah ke perilaku agresif; 3) meskipun hanya sedikit variasi selama dekade terakhir, secara konsisten jumlah kekerasan di televisi tetap pada tingkat tertinggi; 4) televisi mempengaruhi perilaku orang yang melihatnya menjadi lebih takut dan kurang percaya terhadap orang lain. 
 


2. Kegagalan dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Anak 
Pendidik telah lama mengetahui bahwa kehidupan atau keseharian anak di rumah dapat mempengaruhi perilaku mereka dilingkungan sekolah. Seperti halnya dikatakan oleh Maslow (1968) bahwa manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat atau bertahap antara lain:
1)  Kebutuhan fisiologis seperti: lapar, haus dan bernafas
2)  Kebutuhan akan rasa aman, seperti; perlindungan, keamanan
3)  Kebutuhan sosial, seperti; kebutuhan diterima kelompok, kasih sayang/afeksi (kebutuhan untuk merasa dicintai dan disayangi)
4)  Penghargaan, seperti; kebutuhan dihargai orang lain, pengakuan, status 
5)  Aktualisasi diri, seperti; pengembangan diri dengan menggunakan bakat dan potensinya
 
Studi longitudinal yang dilakukan oleh Feldhusen, Thuroton & Benning (1973) kepada siswa tingkat ke-3, ke-6 dan ke-9 mengatakan bahwa hal penting yang mempengaruhi perilaku siswa di sekolah ialah lingkungan rumah atau tempat tinggal mereka. Perilaku mengganggu pada siswa secara terus menerus disebabkan oleh beberapa faktor dari keluarga, antara lain:
1)  Pengawasan dan disiplin orangtua yang tidak memadai, terlalu longgar atau terlalu ketat bahkan tidak menentu
2)  Orangtua yang cuek atau acuh tak acuh bahkan memusuhi anak. Jika mereka tidak setuju banyak hal dengan anak maka mereka langsung memarahi bahkan memberikan hukuman fisik
3)  Keluarga hanya difungsikan sebagian unit saja. Hubungan antara suami dan istri tidak memiliki kedekatan dan bekerjasama satu dan lainnya
4)  Orangtua merasa sulit untuk mendiskusikan kekhawatiran mereka yang berhubungan dengan perilaku anak dan menganggap bahkan percaya bahwa mereka hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap perilaku anak. Orangtua percaya bahwa anak-anak lain yang berada diluarlah yang memberikan pengaruh buruk terhadap anak mereka.
 
Lingkungan Sekolah
a)  Kebutuhan Fisiologis
Siswa berada di sekolah untuk belajar. Mereka terus menerus diminta untuk menunjukkan pemahaman dan keterampilan baru yang mereka peroleh. Pada dasarnya sekolah sedang membantu siswa untuk menuju pada proses aktualisasi diri (Teori Maslow). Ketika siswa berhasil menunjukkan pemahaman dan keterampilan yang baru, biasanya mereka akan memperoleh reinforcemet ekstrinsik dan instrinsik, yang mengarah pada pengembangan diri dan harga diri siswa. Positive self-esteem akan lebih memotivasi siswa untuk belajar, yang mengakibatkan perkembangan yang lebih lanjut sebagai upaya untuk mencapai aktualisasi diri. Self-esteem, learning and self-actualization merupakan siklus yang berkesinambungan, hanya saja jika sekolah menciptakan lingkungan dimana tingkat kebutuhan fisiologis, keamanan, kasih sayang saling bertemu. Pemeuhan kebutuhan fisiologis merupakan dasar kebutuhan yang sangat berpengaruh terhadap kinerja siswa dalam pembelajaran.
 
b)  Kebutuhan Kemanan dan Keselamatan
Yakni kebutuhan siswa untuk merasa aman dan selamat ketika berada di sekolah. Beberapa siswa di sekolah terkadang mengalami kejadian yang membahayakan seperti diserang, diancam atau dirampok. Adajuga siswa yang terkadang mengalami kecemasan ketika berjalan ke dan dari sekolah, pergi ke kelas atau pergantian kelas. Apabila siswa merasa tidak aman tentang keselamatan mereka di sekolah, maka ini akan berakibat pada perilaku belajar siswa di sekolah juga.

c)   Kebutuhan akan Perasaan Cinta dan Keterlibatan
Iklim kelas yang baik sangat mendukung dalam optimalisasi belajar siswa. Seorang guru harus bisa mengupayakan iklim kelas yang mendukung, baik melalui perilaku verbal atau non verbal. Beberapa komponen agar tercipta iklim kelas yang kondusif diantaranya adalah adanya trust, respect, dan caring antara guru dan siswa.
Agar siswa dapat belajar secara efektif maka siswa harus berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Pada umumnya siswa hanya terlibat dalam kegiatan kelas apabila mereka merasa aman secara psikologis dari gangguan rasa tidak percaya diri. Komentar guru sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan motivasi belajar siswa, sikap dan komentar guru yang tidak tepat akan menyebabkan perilaku off-task pada siswa.



Anak-anak Mengharapkan Pengakuan Sosial dan Harga Diri
d) Kebutuhan akan Pengakuan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang mengharapkan pengakuan dan penerimaan.  Perilaku manusia pada umumnya ditujukan untuk mencapai tujuannya yakni pengakuan dan penerimaan. Perilaku yang menyimpang mencerminkan keyakinan yang salah bahwa perilaku tersebut adalah satu-satunya cara untuk menerima pengakuan dari orang lain. Dreikurs, Grundwald and Pepper  (1982) mengidentifikasi empat tujuan yang salah tentang perilaku yang mengganggu, yakni:
1)  Attention Getting (Mencari perhatian)
2)  Power Seeking (Mencari kekuasaan)
3)  Revenge Seeking (Balas dendam)
4)  Inadequacy (menunjukkan ketidakmampuan)
Siswa yang merasa tidak mendapatkan pengakuan atau penerimaan di kelas pada umumnya akan menjadi pengacau di kelas. Mereka berusaha mendapatkan perhatian dengan berbagai cara, dan terkadang membuat beberapa guru menjadi jengkel. Apabila guru menegur atau meresponnya maka siswa akan menghentikan perilaku tersebut sementara. Namun apabila perilaku mencari perhatian ini tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka siswa akan beralih pada tujuan lain yakni berusaha mendapatkan kekuasaan di kelas.
Siswa yang berusaha mendapatkan kekuasaan pada umumnya meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memaksanya melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan. Dengan perilaku melawan guru, siswa merasa mendapatkan pengakuan dari teman-temannya. Guru sebaiknya tidak masuk dalam perebutan kekuasaan ini, karena hanya akan membuat siswa semakin menang dengan berhasil membuat gurunya menjadi jengkel, berdebat ataupun marah. Sekalipun guru yang menang, hasilnya tetap akan buruk karena hal ini memperkuat keyakinan siswa bahwa kekuasaan itu penting. Pada umumnya siswa yang merasa kalah dalam perebutan kekuasaan akan beralih pada tujuan salah berikutnya yakni balas dendam.
Siswa yang merasa kalah berusaha untuk membuat orang yang mengalahkannya atau orang lain merasakan hal yang sama. Siswa yang orientasinya adalah balas dendam tentu perilakunya akan semakin buruk dan semakin tidak disukai. Hal ini tentu semakin menyakiti harga dirinya. Pada akhirnya siswa tersebut akan merasa putus asa dan memilih menarik dari.Akhirnya siswa tersebut akan masuk dalam tujuan salah berikutnya yakni merasa tidak berdaya. Kondisi demikian membuat siswa semakin sulit untuk dimotivasi. Siswa tersebut tidak akan mau terlibat aktif dalam kegiatan belajar di kelas karena dia merasa tidak mampu dan putus asa.

e) Self Esteem (Harga Diri)
Tanpa perasaan positif dari self esteem, anak-anak rentan terhadap berbagai masalah sosial, psikologis, dan masalah belajar. Stanley Coopersmith (1967) berpendapat bahwa self esteem memiliki 4 komponen yakni:
1.   Signifikan. Perasaan untuk menjadi penting.
2.   Kompetensi. Perasaan lebih mampu dibanding teman sebayanya.
3.   Power. Perasaan mampu untuk mengontrol lingkungannya.
4.   Virtue/kebajikan. Perasaan bahwa dia mempu berbuat baik untuk orang lain.
Self esteem adalah kebutuhan dasar yang terus diupayakan individu untuk dipenuhi. Oleh karena itu, jika keluarga, sekolah, atau komunitas  gagal untuk memberikan kesempatan agi siswa untuk mengalami 4 komponen self esteem tersebut, maka mereka akan mengekspresikannya dalam cara negatif. KonsepSelf Esteemdalam formula matematis dapat memberikan penjelasan mengapa siswa memilih untuk menjadi pengacau.
Self Esteem= Significance + Competence+ Power + Virtue
Siswa yang memiliki perilaku mengganggu yang parah pada umumnya memiliki tingkat harga diri yang rendah. Signifikansi mereka menjadi rendah karena pada umumnya mereka tidak disukai dan diterima oleh teman-temannya, guru, bahkan orangtuanya sendiri. Tingkat kompetensi mereka juga rendah karena jarang mendapatkan capaian akademis yang baik. Kemudian karena mereka jarang berinteraksi dengan temannya dan jarang dipilih atau dimintai tolong oleh guru maka tingkat kebajikan (virtue) mereka menjadi rendah. Hanya tersisa komponen power. Karena itu dalam situasi siswa merasa self esteemnya terancam maka dia akan memakai power untuk mempertahankan self esteemnya. Hal ini biasanya dilakukan dengancara-cara negatif yakni melawan guru. dengan perilaku tersebut si anak merasa mendapat pengakuan dari temannya.


3. Keterkaitan Tahapan Perkembangan Kognitif dan Moral dengan Perilaku Umum
Pemahaman akan tahapan-tahapan ini memungkinkan guru untuk memahami pola perilaku siswa dengan lebih baik.Pada Tabel 1 akan dijabarkan keterkaitan antara konsep perkembangan kognitif Piaget dan perkembangan moral Kolhberg dengan perilaku umum.

4. Instructional Competence (Kemampuan Guru dalam Mengajar)
Beberapa permasalahan siswa berada diluar kendali guru, namun beberapa masalah di kelas dapat dikendalikan oleh guru. Kemampuan guru dalam membawakan pembelajaran di kelas sangat berperan dalam menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk belajar. Dengan memiliki kemampuan berkomunikasi atau menjelaskan maka guru tersebut membantu siswa dalam memahami materi. Guru yang memiliki skill mengajar yang baik (kompeten) akan lebih disegani oleh siswa. Dengan kata lain guru yang dihormati adalah guru yang mampu membuat siswanya paham dengan materi yang dibawakannya sehingga menimbulkan semangat belajar, mengurangi kejenuhan dan memberikan kesenangan tersendiri bagi siswanya dalam belajar di kelas.
 
 
 
 
 
 
 
 


Tabel 1. Keterkaitan Perkembangan Kognitif dan Moral dengan Perilaku secara umum

Perkembangan Kognitif
Kemampuan Kognitif
Perkembangan Moral
Penalaran Moral
Perilaku Umum
Sensorimotor (0-2)


Praoperasional (2-7)




Operasional Konkret
(7-12)




Operasional Formal
(12-  )
-Menggunakan panca indera untuk mengeksplor lingkungan




-Egosentris
-Kepekaan mereka terhadap ruang dan waktu terbatas pada durasi yang pendek & dekat
-Impulsif
-Sulit untuk membuat perencanaan
Hukuman dan Kepatuhan
(4-6)
-Bertindak berdasarkan hasil,
-Kurang memperhatikan niat seseorang,
-Egosentris
-Kurangnya perhatian
-Sulit untuk berbagi
-Mudah frustrasi
-Banyak bicara

-Sullit berfikir tentang fikiran
-Sering tidak mengecek kesimpulan
-Tidak sadar & tidak peduli dengan inkonsistensiannya
Pertukaran rasa
(6-9)
-Bertindak berdasarkan hubungan timbal balik
-Kebutuhan dirinya adalah yang utama
-Mulai mempetimbangkan niat
-Membentuk geng
-Perilaku mencari perhatian
-Merasa tahu segalanya
-Mengucilkan teman
-Kurang bisa fokus dalam diskusi

Pribadi yang baik (10-15)

-Konformitas

-Mampu berfikir tentang fikiran
-Mampu menggunakan keterampilan berfikir kritis
-Dapat mempertimbangkan motif saat ini, dulu, dan yang akan datang, yang abstrak dan yang pasti
Hukum & ketertiban
(15-18)
-bertindak dengan sangat mempertimbangkan hukum
-Mengakui motif & konsekuensi
-Inkonsistensi antara perilaku dan peraturan
-Tertantang dengan aturan
-Argumentatif
-Mempertanyakan alasan dari suatu aturan
-Tidak begitu saja menerima otoritas orang lain

Kontrak sosial (18-20)
-Bertindak atas dasar hak individu & prinsip demokrasi


Prinsip universal
-Bertindak atas dasar respek terhadap  nilai kemanusiaan